1. Macam - macam Fungsi Keluarga
Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan yang harus dilakukan. Suatu pekerjaan atau tugas yang harus dikerjakan itu biasa disebut fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan oleh tugas yang dilakukan oleh suatu keluarga.
Macam-macam fungsi keluarga:
- Fungsi biologis
- Fungsi pemeliharaan
- Fungsi ekonomi
- Fungsi keagamaan
- Fungsi social
Secara terbatas fungsi keluarga dalam sosial masyarakat adalah sebagai berikut :
- Menjaga keharmonisan antar sesama.
- Membuat stabilitas terhadap seluruh aspek kegiatan masyarakat.
- Menciptakan suasana kebersamaan yang kuat
- Membantu sesama bagi yang memiliki kesulitan
- Mengatur perekonomian dalam masyarakat.
- Memecahkan masalah secara bersama-sama.
2. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat.
Sumber: Ebook MKDU ISD Gunadarma
Studi Kasus
Jakarta - Truth is the most valuable thing we have. Let us economize it (Mark Twain 1835 - 1910).
Apakah ada hubungan krisis dengan kejujuran? Ternyata banyak hubungannya. Bila kita mengikuti berita media dan kajian para ekonom jelaslah bahwa salah satu akar dari krisis ekonomi 2008 ini adalah kejujuran. Bagaimana bisa terjadi? Dan bagaimana kejujuran menangkal krisis?
Kita ingat kembali krisis tahun 2008 berawal dari krisis subprime mortgage di Amerika. Ketika itu banyak kredit perumahan rakyat Amerika yang gagal bayar. Selanjutnya, bagai bola salju krisis subprime mortgage itu meruntuhkan sendi-sendi ekonomi Amerika.
Krisis subprime mortgage terjadi karena kejujuran dibaikan. Sejak awal urutan transaksi tersebut kejujuran sudah dikesampingkan. Kejujuran yang paling awal diabaikan adalah kejujuran terhadap kemampuan atau daya beli.
Kepala keluarga, dalam hal ini individu sebagai konsumen, pekerja, dan calon debitur tidak jujur pada dirinya sendiri. Bahwa ia sebenarnya tidak akan mampu membiayai kredit kepemilikan rumah tersebut.
Bila para calon pengaju kredit tersebut menghitung pendapatan dan pengeluaran bulanannya maka harusnya ia menyimpulkan tidak mampu membeli rumah. Tapi, toh dengan "American dream"-nya ia tetap nekat mengajukan kredit rumah. Kenekatannya itu ternyata didukung pula oleh sistem perbankan di sana.
Bank sewaktu menilai kelayakan kredit calon debitur sudah sadar betul bahwa yang bersangkutan tidak akan mampu membayar. Tapi, toh akhirnya pengajuan kredit itu disetujui dengan berbagai teknik rekayasa keuangan. Istilahnya di sekuritisasi. Ini sama saja membungkus "ketidakjujuran" risiko gagal bayar menjadi layak dan baik-baik saja.
Demi menhindari gagal bayar yang bank sudah tahu sebelumnya hasil sekuritisasi selanjutnya dijual di pasar modal. Kembali lagi berbagai macam teknik rekayasa keuangan dilakukan untuk membungkus ketidakjujuran menjadi sesuatu yang indah dan menjanjikan hasil yang tinggi.
Para investor pun tertipu atau "merelakan dirinya tertipu" dengan janji-janji hasil yang tinggi. Intinya, banyak bisnis, uang, dan sumber daya ekonomi dunia lainnya dipertaruhkan untuk suatu hal yang dibangun atas ketidakjujuran.
Ketika satu ketidakjujuran runtuh yaitu ketika debitur kredit rumah tidak mampu membayar maka semua bangunan yang bertumpu dari ketidakjujuran itu hancur satu krisis menyebabkan krisis yang lain. Demikian seterusnya hingga kondisi ekonomi seperti sekarang ini.
Ketidakjujuran sepertinya sudah menjalar ke seluruh simpul ekonomi dunia. Konsumen tidak jujur dengan daya belinya terus melakukan konsumsi dengan risiko tertimbun utang. Nasabah tidak jujur tentang data-data dengan risiko gagal bayar.
Korporasi tidak jujur dengan kondisi keuangan dan laporannya dengan risiko menyesatkan investor dan masyarakat. Bank tidak jujur dengan pengelolaan simpanan nasabah dengan risiko jatuhnya bank tersebut.
Pemerintah yang tidak jujur dalam membuat kebijakan dengan risiko kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Juga, para analis tidak jujur menyampaikan fakta kepada masyarakat dengan risiko menyesatkan. Jadi pantas bila krisis yang kita alami sedemikian hebatnya karena ia adalah buah dari gelembung ketidakjujuran yang sangat besar.
Apakah kita dapat memperbaiki keadaan dengan mengutamakan kejujuran? Mari, kita ingat sepenggal hadis Nabi yang mengatakan, "Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan kepada jalan kebaikan ... " (hadis lengkap dapat dilihat pada HR Al Bukhari no 6094 dan Muslim no 2606). Bersandar pada hadis Nabi tersebut krisis kita sekarang pasti dapat diatasi dengan mendorong perilaku jujur para pelaku ekonomi.
Konsumen yang jujur akan menunjukkan demand (baca: kebutuhan dengan daya beli) yang benar. Dengan demikian produsen akan melakukan investasi dan produksi dengan dasar yang benar pula. Bila nasabah bank jujur maka bank akan memberikan kredit dengan dasar informasi yang jujur pula. Demikian seterusnya.
Dalam disiplin ekonomi kita mengenal pasar yang efisien yaitu apabila harga barang-barang yang dijual telah menunjukan semua informasi yang ada sehingga tidak terbias (not biased) menjadi terlalu murah atau terlalu mahal.
Artinya tidak ada informasi yang direkayasa sedemikian rupa sehingga suatu yang buruk terlihat menjadi baik. Pasar yang efisien akan mengarahkan para pelaku dalam pasar untuk mengambil keputusan dengan benar. Apapun pertimbangan pelaku adalah hasil dari informasi jujur dari pasar.
Bila roda ekonomi berputar dengan skema yang demikian maka risiko ekonomi menjadi rendah. Karena, risiko yang muncul adalah risiko bisnis dan operasi saja. Risiko dari penyesatan informasi telah dihilangkan dari mata rantai ekonomi.
Dalam teori ekonomi kita juga memahami bahwa tingkat risiko yang rendah akan menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih baik. Stabilitas ekonomi yang baik akan mendorong para pelaku pasar melakukan investasi dan produksi dengan lebih baik. Pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula.
Apakah ada hubungan krisis dengan kejujuran? Ternyata banyak hubungannya. Bila kita mengikuti berita media dan kajian para ekonom jelaslah bahwa salah satu akar dari krisis ekonomi 2008 ini adalah kejujuran. Bagaimana bisa terjadi? Dan bagaimana kejujuran menangkal krisis?
Kita ingat kembali krisis tahun 2008 berawal dari krisis subprime mortgage di Amerika. Ketika itu banyak kredit perumahan rakyat Amerika yang gagal bayar. Selanjutnya, bagai bola salju krisis subprime mortgage itu meruntuhkan sendi-sendi ekonomi Amerika.
Krisis subprime mortgage terjadi karena kejujuran dibaikan. Sejak awal urutan transaksi tersebut kejujuran sudah dikesampingkan. Kejujuran yang paling awal diabaikan adalah kejujuran terhadap kemampuan atau daya beli.
Kepala keluarga, dalam hal ini individu sebagai konsumen, pekerja, dan calon debitur tidak jujur pada dirinya sendiri. Bahwa ia sebenarnya tidak akan mampu membiayai kredit kepemilikan rumah tersebut.
Bila para calon pengaju kredit tersebut menghitung pendapatan dan pengeluaran bulanannya maka harusnya ia menyimpulkan tidak mampu membeli rumah. Tapi, toh dengan "American dream"-nya ia tetap nekat mengajukan kredit rumah. Kenekatannya itu ternyata didukung pula oleh sistem perbankan di sana.
Bank sewaktu menilai kelayakan kredit calon debitur sudah sadar betul bahwa yang bersangkutan tidak akan mampu membayar. Tapi, toh akhirnya pengajuan kredit itu disetujui dengan berbagai teknik rekayasa keuangan. Istilahnya di sekuritisasi. Ini sama saja membungkus "ketidakjujuran" risiko gagal bayar menjadi layak dan baik-baik saja.
Demi menhindari gagal bayar yang bank sudah tahu sebelumnya hasil sekuritisasi selanjutnya dijual di pasar modal. Kembali lagi berbagai macam teknik rekayasa keuangan dilakukan untuk membungkus ketidakjujuran menjadi sesuatu yang indah dan menjanjikan hasil yang tinggi.
Para investor pun tertipu atau "merelakan dirinya tertipu" dengan janji-janji hasil yang tinggi. Intinya, banyak bisnis, uang, dan sumber daya ekonomi dunia lainnya dipertaruhkan untuk suatu hal yang dibangun atas ketidakjujuran.
Ketika satu ketidakjujuran runtuh yaitu ketika debitur kredit rumah tidak mampu membayar maka semua bangunan yang bertumpu dari ketidakjujuran itu hancur satu krisis menyebabkan krisis yang lain. Demikian seterusnya hingga kondisi ekonomi seperti sekarang ini.
Ketidakjujuran sepertinya sudah menjalar ke seluruh simpul ekonomi dunia. Konsumen tidak jujur dengan daya belinya terus melakukan konsumsi dengan risiko tertimbun utang. Nasabah tidak jujur tentang data-data dengan risiko gagal bayar.
Korporasi tidak jujur dengan kondisi keuangan dan laporannya dengan risiko menyesatkan investor dan masyarakat. Bank tidak jujur dengan pengelolaan simpanan nasabah dengan risiko jatuhnya bank tersebut.
Pemerintah yang tidak jujur dalam membuat kebijakan dengan risiko kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Juga, para analis tidak jujur menyampaikan fakta kepada masyarakat dengan risiko menyesatkan. Jadi pantas bila krisis yang kita alami sedemikian hebatnya karena ia adalah buah dari gelembung ketidakjujuran yang sangat besar.
Apakah kita dapat memperbaiki keadaan dengan mengutamakan kejujuran? Mari, kita ingat sepenggal hadis Nabi yang mengatakan, "Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan kepada jalan kebaikan ... " (hadis lengkap dapat dilihat pada HR Al Bukhari no 6094 dan Muslim no 2606). Bersandar pada hadis Nabi tersebut krisis kita sekarang pasti dapat diatasi dengan mendorong perilaku jujur para pelaku ekonomi.
Konsumen yang jujur akan menunjukkan demand (baca: kebutuhan dengan daya beli) yang benar. Dengan demikian produsen akan melakukan investasi dan produksi dengan dasar yang benar pula. Bila nasabah bank jujur maka bank akan memberikan kredit dengan dasar informasi yang jujur pula. Demikian seterusnya.
Dalam disiplin ekonomi kita mengenal pasar yang efisien yaitu apabila harga barang-barang yang dijual telah menunjukan semua informasi yang ada sehingga tidak terbias (not biased) menjadi terlalu murah atau terlalu mahal.
Artinya tidak ada informasi yang direkayasa sedemikian rupa sehingga suatu yang buruk terlihat menjadi baik. Pasar yang efisien akan mengarahkan para pelaku dalam pasar untuk mengambil keputusan dengan benar. Apapun pertimbangan pelaku adalah hasil dari informasi jujur dari pasar.
Bila roda ekonomi berputar dengan skema yang demikian maka risiko ekonomi menjadi rendah. Karena, risiko yang muncul adalah risiko bisnis dan operasi saja. Risiko dari penyesatan informasi telah dihilangkan dari mata rantai ekonomi.
Dalam teori ekonomi kita juga memahami bahwa tingkat risiko yang rendah akan menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih baik. Stabilitas ekonomi yang baik akan mendorong para pelaku pasar melakukan investasi dan produksi dengan lebih baik. Pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula.